5 Menit
Oleh:
Leni Susanti
K
|
ututup bukuku. Mataku yang sedari tadi meronta-ronta
memintaku untuk segera menutup kisahku hari ini tak mampu lagi berhadapan
dengan lembar demi lembar halaman buku pelajaran ini. Padahal jam dinding baru
menunjukkan pukul 21.05 belum terlalu larut untuk segera singgah di pulau busaku. Namun, sebaiknya aku harus
segera tidur karena besok aku tak ingin terlambat ke sekolah di hari pertama
ujian semester gazal. Tiba-tiba pikiranku melayang pada ucapan temanku tadi
siang.
“Apakah
benar yang mereka katakan?” gumamku. Tanpa aku sadari aku tersenyum sendiri
memikirkan suatu hal “gila” yang aku belum ketahui kepastiaannya.
***
Wow! Aku
berdiri di depan menara tinggi nan menakjubkan yang mampu membuatku terhipnotis
dan melongo sesaat. Menara ini lebih indah daripada yang terlihat di TV,
internet atau bahkan diceritakan pada novel fiksi ber-genre romantis. Menara Eiffel yang berada di sebuah kota yang
menurut sebagian orang merupakan kota teromantis di dunia dan kota idaman
banyak orang. Ya, kota itu adalah Paris. Sekarang aku berada di Paris dan lebih
mengagumkan lagi aku tepat berdiri di depan menara Eiffel. Luar biasa.
Aku berjalan menikmati keindahan
kota ini. Tak sengaja mataku tertuju pada kerumunan orang. Aku pun mendekat dan
ternyata ada One Direction pantas
saja orang-orang berkumpul mendekati mereka. One Direction adalah band asal Inggris yang menjadi band kesukaanku.
Ternyata mereka sedang menyanyikan lagu One
Thing yang menjadi salah satu lagu andalan mereka. Aku pun ikut terhanyut
oleh lagu yang mereka nyanyikan. Namun, tiba-tiba volume suara mereka berubah
semakin kencang hingga membuat aku dan semua orang menutup telinga. Suara itu
semakin kencang, kencang, kencang. Dan tiba-tiba, hey, dimana aku? Aku melirik
ke kanan dan ke kiri. Aku melihat kalender Winnie The Pooh terpajang di sisi
kanan ruangan ini. Ternyata aku berada di kamarku. Perjalanan tadi merupakan bunga
tidurku. Bunga yang indah. Tak lama aku mendengar suara adzan Subuh
berkumandang. Segera aku mengambil handuk dan berlari kecil ke kamar mandi.
***
Musik
renyah ala Ten 2 Five mengalun lembut di kamarku. Musik selalu ampuh menjadi
vitamin penyejuk hati dan penyegar pikiranku. Mandi tadi pun membuatku semakin segar
dan sebelumnya pun telah diawali dengan mimpi nan indah. Setelah
memastikan bahwa aku siap pergi ke sekolah. Segera aku ambil tas ungu
bermotif kupu-kupu yang telah berisi semua peralatan sekolah dan nomor ujian
yang tak boleh terlupakan.
“Bu, aku
berangkat sekolah ya?” aku berpamit sebelum berangkat.
“Hati-hati
di jalan. Jangan lupa baca doa dulu sebelum mengerjakan ujian”
“Siap, bu.
Assalamualaikum?”
“Waalaikumsalam”
Senyuman manis ibuku mengantarku hingga di sudut jalan.
Sekolah
sudah ramai saat aku datang. Segera aku menuju ruang ujianku yang lumayan jauh
dari pintu gerbang depan sekolah. Setibanya di kelas atmosfer seketika berubah.
Teman-teman yang biasanya kulihat sedang bercanda gurau. Kini sedang belajar
dengan memakai wajah serius dan penuh harap. Berharap soal ujian tak sesulit
seperti yang mereka bayangkan. Aku pun berharap begitu. Aku pun menghampiri temanku
yang sedang sibuk belajar.
“Hayo,
serius amat sih belajarnya” godaku kepada Astri, salah seorang teman sekelasku.
“Gak ah,
biasa aja. Siap-siap aja kok buat soal tak terduga” ujarnya sambil tetap
menatap bukunya.
“Benar
juga. Tapi hati-hati lo. Mukamu tambah tua itu gara-gara sok serius belajar” candaku
seraya berlari menjauh agar tak mengenai pena yang segera dilemparkan olehnya.
“Eeh, enak
aja. Oh, iya kamu satu meja sama siapa? Udah datang belum orangnya?”
“Gak tau.
Kayaknya sih belum datang”
Saat ujian
diharuskan untuk satu meja dengan siswa yang berada di kelas yang berbeda.
Siswa kelas sepuluh akan duduk dengan siswa kelas sebelas begitu juga
sebaliknya. Mungkin dimaksudkan agar tidak ada kecurangan saat ujian. Tapi
menurutku, semua tetap sama masih banyak terjadi korupsi.
Teeeeeetttt…
Bel masuk berbunyi kencang. aku segera duduk di bangkuku. Seketika pandanganku
tertuju pada seseorang yang tak asing lagi yang masih berdiri di depan pintu
bersama temannya. Itu dia. Dia? Rambutnya tersisir rapi ke atas ala boyband.
Senyum manis yang terpancar dari raut wajahnya yang baby face itu seakan mengajak dunia ikut tersenyum. Serta cara
berjalannya yang khas meskipun itu cukup aneh bagiku. Dia adalah sosok yang
tadi malam menjadi alasan senyum di wajahku. Dia adalah sosok yang selama ini
mengusik pikiranku, mengetuk pintu hati yang telah lama hampa dan menjadi
penyejuk jiwa bagai embun di pagi hari. Aku menemukan sosok itu saat MOS dan
mulai menumbuhkan bunga jiwa yang layu dan gersang meski aku tak tahu dan tak
ingin tahu arti dari semua itu. Aku sontak terkejut saat dia berada di
sampingku dan berkata
“Permisi,
dek. Kakak mau duduk”
“Iiii.. iya
kak” jawabku dengan suara bergetar. Ya Tuhan, dia akan satu meja dengan aku
selama ujian. Dia yang selama ini hanya bisa aku lihat dari jauh kini tepat
berada di sampingku.
Hari-hariku
selama ujian aku lalui penuh semangat. Meski terkadang semangatku sedikit goyah
melihat soal-soal yang lumayan sulit. Soal-soal ini bagaikan pistol yang akan
menembak siapa saja yang tak siap di medan perang. Namun, aku telah siap
bermodalkan niat dan doa serta peluru-peluru ilmu di medan pertempuran ini.
Musuh-musuh aku hadapi dengan semangat.
Hari-hari
terus berlalu dan masa-masa ujian semester akan segera usai. Selama ujian kami
begitu akrab. Tanpa aku sadari, hari ini adalah hari Sabtu. Hari terakhir ujian
semester. Perasaan mulai bercampur aduk. Senang dan sedih. Senang karena ujian
segera berakhir yang berarti berkurang kepenatan, karena harus belajar giat
menghadapi ujian. Sedih karena ujian berakhir mungkin berakhir pula keakraban
kami.
Di hari
terakhir ujian kami masih tetap akrab seperti biasa. Hari terakhir adalah ujian
pelajaran Olahraga.
“Belum mau
ngumpul lembar jawabannya dek?” pertanyaannya mengejutkanku.
“Belum kak.
Masih ada yang perlu dikoreksi” ujarku.
“Oh. Yaudah
kakak ngumpul duluan ya?”
“Eeeemm.
Iya kak. Duluan aja” meskipun ada perasaan ingin menahan agar dia tak segera mengumpulkan
lembar jawabannya. Namun, aku tak bisa menahannya lebih lama.
Akhirnya
berakhir satu minggu masa ujian. Satu minggu ini sangat berkesan bagiku.
Kenangan satu minggu yang tak akan lekang oleh waktu. Satu minggu yang singkat
dan begitu cepat ini begitu mengejutkan. Satu minggu yang singkat ini terasa
lima menit bagiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar