Rabu, 16 April 2014

My Story



5 Menit
Oleh: Leni Susanti
K
ututup bukuku. Mataku yang sedari tadi meronta-ronta memintaku untuk segera menutup kisahku hari ini tak mampu lagi berhadapan dengan lembar demi lembar halaman buku pelajaran ini. Padahal jam dinding baru menunjukkan pukul 21.05 belum terlalu larut untuk segera singgah di pulau busaku. Namun, sebaiknya aku harus segera tidur karena besok aku tak ingin terlambat ke sekolah di hari pertama ujian semester gazal. Tiba-tiba pikiranku melayang pada ucapan temanku tadi siang.
            “Apakah benar yang mereka katakan?” gumamku. Tanpa aku sadari aku tersenyum sendiri memikirkan suatu hal “gila” yang aku belum ketahui kepastiaannya.

***
            Wow! Aku berdiri di depan menara tinggi nan menakjubkan yang mampu membuatku terhipnotis dan melongo sesaat. Menara ini lebih indah daripada yang terlihat di TV, internet atau bahkan diceritakan pada novel fiksi ber-genre romantis. Menara Eiffel yang berada di sebuah kota yang menurut sebagian orang merupakan kota teromantis di dunia dan kota idaman banyak orang. Ya, kota itu adalah Paris. Sekarang aku berada di Paris dan lebih mengagumkan lagi aku tepat berdiri di depan menara Eiffel. Luar biasa.
            Aku berjalan menikmati keindahan kota ini. Tak sengaja mataku tertuju pada kerumunan orang. Aku pun mendekat dan ternyata ada One Direction pantas saja orang-orang berkumpul mendekati mereka. One Direction adalah band asal Inggris yang menjadi band kesukaanku. Ternyata mereka sedang menyanyikan lagu One Thing yang menjadi salah satu lagu andalan mereka. Aku pun ikut terhanyut oleh lagu yang mereka nyanyikan. Namun, tiba-tiba volume suara mereka berubah semakin kencang hingga membuat aku dan semua orang menutup telinga. Suara itu semakin kencang, kencang, kencang. Dan tiba-tiba, hey, dimana aku? Aku melirik ke kanan dan ke kiri. Aku melihat kalender Winnie The Pooh terpajang di sisi kanan ruangan ini. Ternyata aku berada di kamarku. Perjalanan tadi merupakan bunga tidurku. Bunga yang indah. Tak lama aku mendengar suara adzan Subuh berkumandang. Segera aku mengambil handuk dan berlari kecil ke kamar mandi.
***
            Musik renyah ala Ten 2 Five mengalun lembut di kamarku. Musik selalu ampuh menjadi vitamin penyejuk hati dan penyegar pikiranku. Mandi tadi pun membuatku semakin segar dan sebelumnya pun telah diawali dengan mimpi nan indah.  Setelah  memastikan bahwa aku siap pergi ke sekolah. Segera aku ambil tas ungu bermotif kupu-kupu yang telah berisi semua peralatan sekolah dan nomor ujian yang tak boleh terlupakan.
            “Bu, aku berangkat sekolah ya?” aku berpamit sebelum berangkat.
            “Hati-hati di jalan. Jangan lupa baca doa dulu sebelum mengerjakan ujian”
            “Siap, bu. Assalamualaikum?”
            “Waalaikumsalam” Senyuman manis ibuku mengantarku hingga di sudut jalan.
            Sekolah sudah ramai saat aku datang. Segera aku menuju ruang ujianku yang lumayan jauh dari pintu gerbang depan sekolah. Setibanya di kelas atmosfer seketika berubah. Teman-teman yang biasanya kulihat sedang bercanda gurau. Kini sedang belajar dengan memakai wajah serius dan penuh harap. Berharap soal ujian tak sesulit seperti yang mereka bayangkan. Aku pun berharap begitu. Aku pun menghampiri temanku yang sedang sibuk belajar.
            “Hayo, serius amat sih belajarnya” godaku kepada Astri, salah seorang teman sekelasku.
            “Gak ah, biasa aja. Siap-siap aja kok buat soal tak terduga” ujarnya sambil tetap menatap bukunya.
            “Benar juga. Tapi hati-hati lo. Mukamu tambah tua itu gara-gara sok serius belajar” candaku seraya berlari menjauh agar tak mengenai pena yang segera dilemparkan olehnya.
            “Eeh, enak aja. Oh, iya kamu satu meja sama siapa? Udah datang belum orangnya?”
            “Gak tau. Kayaknya sih belum datang”
            Saat ujian diharuskan untuk satu meja dengan siswa yang berada di kelas yang berbeda. Siswa kelas sepuluh akan duduk dengan siswa kelas sebelas begitu juga sebaliknya. Mungkin dimaksudkan agar tidak ada kecurangan saat ujian. Tapi menurutku, semua tetap sama masih banyak terjadi korupsi.
            Teeeeeetttt… Bel masuk berbunyi kencang. aku segera duduk di bangkuku. Seketika pandanganku tertuju pada seseorang yang tak asing lagi yang masih berdiri di depan pintu bersama temannya. Itu dia. Dia? Rambutnya tersisir rapi ke atas ala boyband. Senyum manis yang terpancar dari raut wajahnya yang baby face itu seakan mengajak dunia ikut tersenyum. Serta cara berjalannya yang khas meskipun itu cukup aneh bagiku. Dia adalah sosok yang tadi malam menjadi alasan senyum di wajahku. Dia adalah sosok yang selama ini mengusik pikiranku, mengetuk pintu hati yang telah lama hampa dan menjadi penyejuk jiwa bagai embun di pagi hari. Aku menemukan sosok itu saat MOS dan mulai menumbuhkan bunga jiwa yang layu dan gersang meski aku tak tahu dan tak ingin tahu arti dari semua itu. Aku sontak terkejut saat dia berada di sampingku dan berkata
            “Permisi, dek. Kakak mau duduk”
            “Iiii.. iya kak” jawabku dengan suara bergetar. Ya Tuhan, dia akan satu meja dengan aku selama ujian. Dia yang selama ini hanya bisa aku lihat dari jauh kini tepat berada di sampingku.
            Hari-hariku selama ujian aku lalui penuh semangat. Meski terkadang semangatku sedikit goyah melihat soal-soal yang lumayan sulit. Soal-soal ini bagaikan pistol yang akan menembak siapa saja yang tak siap di medan perang. Namun, aku telah siap bermodalkan niat dan doa serta peluru-peluru ilmu di medan pertempuran ini. Musuh-musuh aku hadapi dengan semangat.
            Hari-hari terus berlalu dan masa-masa ujian semester akan segera usai. Selama ujian kami begitu akrab. Tanpa aku sadari, hari ini adalah hari Sabtu. Hari terakhir ujian semester. Perasaan mulai bercampur aduk. Senang dan sedih. Senang karena ujian segera berakhir yang berarti berkurang kepenatan, karena harus belajar giat menghadapi ujian. Sedih karena ujian berakhir mungkin berakhir pula keakraban kami.
           
           
            Di hari terakhir ujian kami masih tetap akrab seperti biasa. Hari terakhir adalah ujian pelajaran Olahraga.
            “Belum mau ngumpul lembar jawabannya dek?” pertanyaannya mengejutkanku.
            “Belum kak. Masih ada yang perlu dikoreksi” ujarku.
            “Oh. Yaudah kakak ngumpul duluan ya?”
            “Eeeemm. Iya kak. Duluan aja” meskipun ada perasaan ingin menahan agar dia tak segera mengumpulkan lembar jawabannya. Namun, aku tak bisa menahannya lebih lama.
            Akhirnya berakhir satu minggu masa ujian. Satu minggu ini sangat berkesan bagiku. Kenangan satu minggu yang tak akan lekang oleh waktu. Satu minggu yang singkat dan begitu cepat ini begitu mengejutkan. Satu minggu yang singkat ini terasa lima menit bagiku.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar